Habibie-Ainun: Kesetiaan Lelaki Terlihat Dari Kecerdasannya
Sejak awal diberitakan bahwa film
Habibie-Ainun akan di-film-kan, banyak orang yang nggak sabar untuk
segera menyaksikan filmnya, termasuk saya. Dan kemarin, beruntung saya
berkesempatan untuk menyaksikan film tersebut. Di Atrium Senen, film ini
diputar dua theater sekaligus.
Bagi saya film ini nggak hanya mengisahkan
kisah cinta inspiratif semata, tapi juga membahas tentang sejarah
reformasi di tahun 1998 dimana saya belum paham betul akan kasus PT.DI
dan fitnah yang menghampiri Pak Habibie.
Kalimat pertama yang saya katakan, memang
sama seperti mereka yang sudah lebih dulu menyaksikan film ini: Reza itu
kloningannya Pak Habibie banget. Keren deh aktingnya. Walau jadinya,
ucapan dia bagi saya agak kurang jelas, karena memang berlogat Jerman
banget.
Pada awal cerita, scene berganti
cukup cepat antara di sekolahan, di Jerman, serta di rumah Habibie dan
Ainun. Cukup meringkas cerita dan tidak bertele-tele. Di awal cerita,
sosok Ainun lah yang lebih ditunjukkan. Betapa cerdasnya Ainun remaja
yang bisa memberikan jawaban yang tepat ketika Pak Guru bertanya. Pak
Guru yang berdiri diantara Habibie dan Ainun, mengatakan, “Jawaban
kalian sama. Berarti kalian jodoh!” Ya, mungkin semua ini berawal dari
doa Pak Guru mereka ya.
Setting langsung berganti ke Jerman dimana Habibie sedang kuliah dan menggarap proyek bersama native Jerman. Pada scene ini penonton dibuat terkejut karena ketika sedang presentasi gambar di hadapan dua native,
tiba-tiba saja Habibie terjatuh. Saya baru tau kalau Pak Habibie
ternyata sakit TBC. Dan saya baru tau juga kalau penyakit TBC itu ada
yang tidak ditandai dengan batuk-batuk.
Scene langsung berganti lagi ke
rumah Habibie. Di sini Ibunya meminta Habibie untuk menemani Fanny, adik
lelakinya, untuk mengantarkan makanan ke rumah Ainun. Di dalam mobil,
Habibie mengatakan bahwa dia nggak akan masuk ke dalam rumah Ainun,
karena dulu sewaktu di SMA, dia pernah menghina Ainun, “Ainun jelek,
item, kayak gula jawa.” Kata ‘gula jawa’ ini yang membuat penonton
ngakak. Ya, pada scene awal, memang dialog-dialognya membuat
penonton ngakak. Biar penonton lebih segar, mengingat masih banyak
durasi yang akan dinikmati.
Namun akhirnya Habibie masuk juga ke dalam
rumah Ainun. Gaya jalan dan celingak-celinguknya Reza benar-benar sama
dengan Pak Habibie. Di balik tirai, Habibie mendengar suara mesin jahit
yang ternyata sedang digunakan Ainun.
“Ainun cantik, tidak seperti gula jawa. Sekarang seperti gula pasir.” Kalimat Habibie yang kembali membuat penonton ngakak.
Ainun hanya tersenyum ketika mendengar
ucapan Habibie. Tidak ada rasa marah karena dulu pernah dihina ‘item dan
kayak gula jawa’. Ciri-ciri perempuan cerdas nomor 1: Nggak dendam kalau pernah dihina.
Sepertinya kedekatan mereka sudah diatur
kedua orang-tua, walau memang mereka sebelumnya sudah berteman. Keesokan
harinya, ketika Lebaran tiba, banyak lelaki yang bersilaturahmi ke
rumah Ainun. Namun ketika Habibie datang (hanya) naik becak, Bapak Ainun
langsung mengizinkan Ainun untuk jalan-jalan dengan Habibie.
Scene Habibie naik becak kembali membuat penonton tertawa dengan pertanyaan seseorang,
“Kok naik becak? Yang lain pada naik mobil!”
“Kalau naik becak memangnya kenapa?” Balas Habibie dengan gaya sewot yang sangat lucu.
Begitu Habibie masuk, orang ini langsung mencibir, “Miskin!”
Namun, orang ini serta seluruh lelaki yang sedang ‘silaturahmi’ pada keluarga Ainun dibuat tercengang. Ainun lebih memilih nge-date dengan naik becak. Ciri-ciri perempuan cerdas nomor 2: Nggak naksir cowok dari kendaraannya!
Pada akhirnya, Habibie melamar Ainun di atas
becak. Sebuah kalimat yang memang sebenarnya umum, namun cukup membuat
terharu juga ketika diucapkan oleh Habibie, “Saya tidak bisa menjanjikan
apa-apa, namun saya akan menjadi suami yang baik bagi Ainun.” Dan Ainun
pun membalas dengan kalimat yang sama, “Aku akan menjadi istri yang
baik untuk kamu.” Ciri-ciri lelaki cerdas nomor 1: Nggak perlu
pusing mau ngelamar cewek dimana. Nggak perlu di café atau di tempat
yang romantis. Di atas becak pun, dia bisa melamar dan yakin, perempuan
itu pasti mau menerima lamarannya. Dan ya, tanpa cincin pula. Kenapa
Ainun mau, balik lagi ke ciri-ciri perempuan cerdas nomor 2.
Sebuah kalimat
yang bagi saya ‘laki-laki’ sekali seorang Habibie ini, “Nanti kita akan
hidup di Jerman. Hanya kita berdua, tanpa campur tangan keluarga
besar.” Tidak ada kegalauan, kalau aku ngontrak rumah berdua nanti gajiku habis, mengingat sebelum menikah Habibie sudah menyewa flat. Jadi nggak perlu gamang, andai sesudah nikah lalu harus mengontrak rumah.
Pernikahan dengan adat Jawa pun dilaksanakan.
Para tamu disuguhi sirup markisah yang merupakan sponsor bagi
pernikahan mereka, hehe. Setelah menjadi istri Habibie, Ainun pun
meninggalkan profesi dokternya dan memilih ikut suami ke Jerman. Sebuah
janji romantis yang Habibie ucapkan pada Ainun di dalam pesawat, “Akan
saya buatkan pesawat yang paling nyaman buat kamu.” Ciri-ciri lelaki cerdas nomor 2: Janjinya sesuai skill nya. Bila ada lelaki yang bilang, “Akan aku ambilkan bulan di langit untukmu!” Jangan percaya kecuali dia astronot atau superman.
Pada scene selanjutnya, dialog masih dibuat melucu, “Nanti kalau anak kita lahir, ranjangnya diletakkan dimana ya. Flat ini sudah cukup sempit.”
“Kamu itu kejutan, makanya semuanya jadi sempit.”
Baru setelah itu, scene mulai mengharu biru ketika Habibie mengatakan, “Aku memang belum sanggup menyewa flat yang lebih besar.”
“Kalau begitu aku harus mencari pekerjaan, biar kita mendapat uang lebih.”
Ciri-ciri perempuan cerdas nomor 3:
Ikhlas bantu suami cari nafkah. Bukan berprinsip, duit elu ya duit
keluarga. Duit gue ya duit gue, jangan harap gue akan berbagi.
Dimulai ketika Habibie sepulang kerja,
melihat tiket kereta dan ternyata uang di dompetnya nggak cukup.
Berjalan pulang dengan jarak yang cukup jauh, musim salju pula, begitu
berat perjuangan beliau di awal pernikahan.
Saya jadi membayangkan bagaimana perasaan Ibu
Ainun ketika melihat kaki suaminya yang lecet parah, karena sepatunya
jebol akibat perjalanan jauh. Kejadian yang mengharukan ini berganti
dengan tawa ketika Habibie mengatakan, “Kamu masak apa aja pasti saya
makan. Kamu rebus stetoskop juga pasti aku makan.”
Adegan selanjutnya kembali haru ketika Ainun
mengatakan bahwa dia ingin pulang saja ke Indonesia. Betapa bijaknya
Habibie menjelaskan, “Kamu kuat, Ainun. Saat ini kita seperti berada
dalam terowongan yang gelap. Tapi setiap terowongan pasti ada akhirnya,
yaitu cahaya. Saya janji, akan bawa Ainun menuju cahaya itu.”
Selanjutnya Ainun semakin menikmati hidup di
Jerman dengan dua anak. Habibie kariernya makin melesat setelah
proyeknya berhasil. Kurang asem sekaligus bikin ngakak juga sih waktu native
Jerman bilang, “Apa mungkin dia bisa buat kereta, sedangkan kereta di
negaranya aja di-import dari kita.” Ah, ternyata nggak di Indonesia
nggak di Jerman, orang sirik memang banyak ya. Sebelumnya Habibie juga
diragukan karena usianya yang masih muda. Ciri-ciri orang sirik nomor 1: Meragukan talenta orang yang lebih muda!
“Aku ingin buat truk terbang untuk bangsaku,” ucap Habibie setelah berhasil lulus S3.
Hingga akhirnya beliau mengirim surat untuk
Indonesia, namun pihak Indonesia belum bersedia menerima gagasannya.
Ainun pula yang membesarkan hati Habibie ketika menghadapi kekecewaan
ini. Hampir di semua pekerjaan, proyek, dan mimpi-mimpinya, Habibie
selalu curhat pada Ainun. Ciri-ciri perempuan cerdas nomor 4:
Nyambung dengan pekerjaan suami, walau memang nggak mengerti sepenuhnya,
kecuali kalau memiliki skill yang sama. Hingga akhirnya suami pun selalu curhat tentang pekerjaan dan kehidupannya.
Ketika karier dan rumah-tangganya sangat
stabil di Jerman, dan Ainun pun akhirnya menjadi dokter anak di Jerman
(dokter di Jerman? Saya yakin native sana banyak yang jadi
dokter. Namun Ainun bisa setara dengan mereka. Betapa hebatnya Ibu
Ainun). Undangan dari Indonesia pun datang. Habibie diminta untuk
membuat pesawat. Sebuah ungkapan yang sangat lucu, “Kenapa anda malah
memajukan negara lain?” Ow ow, sejauh mana negeri ini menghargai
kecerdasan beliau…
Namun, jiwa nasionalisnya yang membuat beliau
kembali ke Indonesia, meninggalkan istri dan dua anak di negeri orang.
“Tapi aku nggak bisa membantumu mengurus anak?” Ucapnya pada Ainun.
Kembali Ainun meyakinkan bahwa semua kan baik-baik saja.
Ketika Ainun menelepon dari Jerman,
mengabarkan bahwa anak kedua mereka dirawat, Habibie mengatakan,
“Maafkan saya yang nggak bisa membantumu mengurus anak.” Ciri-ciri lelaki cerdas nomor 3: Tidak berprinsip, “Urusan anak ya urusan istri. Tugas gue cuma cari nafkah!”
‘Budaya Indonesia’ jelas sekali ditunjukkan pada scene ketika pesawat mulai dirancang. Mulai dari kedatangan parcel yang membuat Ibu Ainun nggak suka. Ditambah lagi dengan di dalam parcel tersebut ada sepasang jam tangan mahal. Ibu Ainun segera meminta jam tersebut dikembalikan. Ciri-ciri perempuan cerdas nomor 5: Perempuan cerdas itu hati-hati dalam menerima hadiah.
Tawaran terus berdatangan, mulai dari sodoran
uang segepok hingga perempuan seksi tak tau diri. Ngakak habis-habisan
ketika perempuan ini diusir keluar kantor. Sepulang ke rumah, Ainun
segera meledek suaminya, “Katanya tadi ada perempuan cantik ya.” Ciri-ciri perempuan cerdas nomor 6: nggak langsung cemburu, apalagi sama perempuan nggak jelas.
Cerdas dan beragama, itulah yang membuat
beliau tidak ingin melakukan penyimpangan proyek dalam pembuatan
pesawat. “Saya pulang bukan karena uang. Royalti saya di sana cukup
untuk saya makan.” Ciri-ciri lelaki cerdas nomor 4: Ogah melakukan korupsi!
Hingga akhirnya si pengusaha gadungan ini
mengancam akan mencari masalah selanjutnya, Habibie tetap nggak
bergeming. Beliau begitu kuat akan agamanya. Ya, Ainun pula terus
mengingatkan suaminya untuk hati-hati dan terus berada di jalan yang
benar. Ciri-ciri perempuan cerdas nomor 7: Tak pernah lupa untuk menasehati suami.
Cibiran terus berlanjut dari beberapa orang
sirik di negeri ini, termasuk wartawan, “Pesawat Indonesia, nggak perlu
ditembak juga bakalan jatuh sendiri, hahaha.” Ciri-ciri orang sirik nomor 2: Selalu menghina karena nggak mampu berkarya.
Hingga akhirnya saat launching pesawat
Gatotkoco, Pak Harto yang sempat dikabarkan nggak akan hadir (maaf saya
kurang paham dengan sejarah pesawat ini, tapi kalau dilihat dari
filmnya, kok sepertinya ada konspirasi dengan si pengusaha gadungan ini
ya. Kalau bukan, saya mohon maaf pada Pak Harto karena udah buruk
sangka, hehe. Dan saya juga nggak tahu, pengusaha ini sebenarnya siapa?)
Maklum, tahun 1998 saya masih eSeMPe.
Akhirnya Pak Harto pun datang dan launching
pesawat berjalan lancar. Habibie berhasil membuktikan janjinya, akan
membuat pesawat, yang tak hanya untuk istrinya, tapi juga untuk bangsa
ini. Walau harus tertunda 32 tahun lamanya. Ciri-ciri lelaki cerdas nomor 5: Berusaha sekuat tenaga untuk menunaikan janjinya.
“Akhirnya kamu bisa membuat truk terbang untuk bangsa ini.” Tak dapat terbayangkan betapa bangga Ainun pada suaminya.
Ibu Ainun terlihat nggak suka ketika suaminya
mulai terjun ke panggung politik. Mulai dari menjadi menteri, wakil
presiden, hingga presiden pengganti. Alasan yang paling sederhana
adalah: suaminya jadi kurang istirahat dan kurang waktu bersama
keluarga. Berbanding terbalik dimana banyak perempuan lain yang begitu
mendukung suaminya untuk jadi pejabat.
Kepedihan menjadi first lady makin
terasa ketika suaminya tertuduh korupsi. Pengusaha gadungan ini
berkoar-koar di tivi dan meminta agar Habibie diturunkan. Betapa beliau
seorang suami dan ayah yang bijak ketika menyampaikan pada
anak-istrinya, “Papa tidak akan lagi menjadi Presiden.” Ya, inilah yang
diharapkan Ibu Ainun.
Lepas dari pekerjaan, mereka kembali mengadakan liburan ke Jerman. “Kamu terlihat lebih tenang, sekarang.” Ucap Ibu Ainun.
Saya begitu kagum ketika pasangan ini
melewati sebuah restoran, seseorang dari dalam resto keluar menghampiri
Pak Habibie, “Habibie, senang melihat anda kembali. Mau berkunjung ke
dalam?” Yah, berbanding terbalik dengan negeri ini dimana pesawat yang
beliau rancang akhirnya terpaksa digudangkan. Pesan tersirat muncul
ketika tangan Habibie bersandar pada sisi pesawat, lalu telapak tangan
beliau penuh debu.
“Banyak yang aku korbankan dalam membuat pesawat ini. Hidupku, kamu, dan anak-anak.”
Scene dilanjutkan
dengan kondisi kanker ovarium Ibu Ainun yang semakin parah. Operasi
dilakukan berulang kali karena virus sudah menyebar ke seluruh tubuh.
Rangkaian kalimat indah diucapkan pada saat ulang-tahun pernikahan
mereka, di saat Ibu Ainun koma. Puncak keharuan adalah di saat Ibu Ainun
akhirnya wafat dan Bapak Habibie (beneran) dimunculkan dalam setting di pemakaman.
Kesimpulan dari film ini, bagi saya:
Kesetiaan hanya milik lelaki cerdas. Ketika kita tidak bisa menilai
sejauh mana kecerdasan lelaki yang kita pilih, maka jadilah perempuan
yang cerdas. Bukankah Tuhan itu adil. Yang cerdas kan berjodoh dengan
yang cerdas juga. Begitu juga sebaliknya. Seorang lelaki cerdas takkan
mau membuang waktu sedetikpun untuk hidup dengan perempuan lemot.
Miris ketika kecerdasan hanya dilihat dari
kesarjanaan, pekerjaan yang mapan dan uang yang banyak. Padahal cerdas
itu ya berwawasan luas, termasuk memahami konsep ketuhanan juga, walau
dia nggak sarjana dan hidupnya pas-pasan. Karena kecerdasannya, manusia
akan makin beriman, hidupnya berkah, dan pastinya setia.
Perempuan, mari kita terus belajar, mari kita
terus berkarya. Untuk perempuan yang masih percaya dengan kalimat,
“Jadi cewek jangan sekolah dan berkarier tinggi-tinggi, nanti lelaki
takut mendekat!” Tontonlah film ini…
0 komentar:
Posting Komentar